Awalnya Personel TNI AU ini berniat mengusir Ojol yang mangkal didepan tempat dia berkantor Spotirga Mabes TNI AU Pancoran.



 

Awalnya personel TNI AU ini berniat mengusir Ojol yang mangkal didepan tempat dia berkantor Spotirga Mabes TNI AU Pancoran, yang dirasakan mengganggu akses masuk ke kantor, namun setelah ngobrol dengan salah satu Ojol “ kita mangkal disini mengharapkan penumpang lebih banyak dari hotel dan kantor sekitar sini, mohon maaf Pak kalua mengganggu kita ditunggu anak istri di rumah menanti makan untuk sore nanti belum tentu cukup sampai besok pagi pendapatan kami kecil”, kata jono.

Mendengar keterangan ojol personel TNI ikut tersentuh ingat cerita Ayahnya (Alm) Ketika menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Yogya terlambat mendapat kiriman dari kampung mengojek sepeda penumpang bule dari daerah Keraton samapai Parang Teritis, sesudah dia ke yogya betapa jauhnya yang di tempuh ayahnya sampai dia meneteskan air mata. Akhirnya personel TNI tidak samapai hati mengusir Ojol hanya berpoto dan pergi.

Berdasar info yang kami peroleh dari berbagai sumber, sebenarnya pendapatan yang diperoleh driver sejatinya relatif. Namun, potongan yang cukup besar dari perusahaan aplikasi ride hailing, seperti Gojek dan Grab, dianggap kian memberatkan dan menyengsarakan.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono menilai bahwa pemotongan pendapatan yang cukup besar tersebut membuat masyarakat tidak lagi antusias untuk menjadi pengemudi.

Kondisi itu berbanding balik jika dibandingkan dengan 2016 silam, yakni saat masyarakat berbondong-bondong beralih profesi menjadi driver ojol.

Diketahui, penghasilan para pengemudi ojol bisa mencapai Rp 10 juta pada periode 2010 hingga 2015. Tidak hanya itu, perusahaan aplikasi ride hailing mulai melakukan perekrutan besar-besaran untuk posisi driver pada 2016.

2018, pendapatan para driver mulai menurun hingga 50 persen. Kondisi itu semakin menjadi ketika pandemi Covid-19 yang semakin memotong pemasukan pengemudi mulai menghantam.

"Memang yang membuat ini terus menurun karena banyak potongan perusahaan aplikasi terhadap pengemudi ojek online. Hal ini sebagai gambaran perusahaan tidak memperhatikan, tidak merawat pengemudinya, namun hanya profit oriented saja," kata Igun kepada CNBC Indonesia.

Tono menjelaskan, angka potongan yang berlaku saat ini lebih dari 20 persen, padahal pihaknya telah meminta angka potongan maksimal sebesar 10 persen. Ia memprediksi krisis pengemudi ojol akan terjadi bila tidak ada penurunan potongan.

"Selagi tidak terlaksana, kami yakin jumlah pengemudi akan terus menurun. Bisa dilihat ke depannya pada kota-kota besar jumlah ojek online semakin menurun untuk lima tahun ke depan," jelas Tono.

Sekedar informasi, pada akhir 2022 lalu, tarif ojol telah resmi dinaikkan. Hal ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 4 Agustus 2022.

Namun, para mitra driver mengaku tidak merasakan 'cipratan' penambahan pendapatan dari kenaikan tarif itu. Bahkan, pemotongan upah masih terjadi.

Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Taha Syafaril mengatakan pengguna ojol kerap berekspektasi layanan ojol meningkat berkat kenaikan tarif. Namun, itu tak bisa terjadi karena para driver empot-empotan kejar target dan tak dapat upah lebih.

"Tapi mitra tidak bisa melakukan perbaikan layanan karena menerima pendapatan dari tarif yang makin kecil. Sangat banyak saingan dan harus menambah jam kerja," katatono.

"Hal yang merusak sistem transportasi online adalah aplikasi sendiri, yakni dengan terus menambah biaya potongan tanpa peduli kesulitan mitra driver," imbuhnya.

Jika krisis driver benar-benar terjadi, Tono menyebutkan bahwa ini adalah kesalahan para penyedia platform. Pasalnya, mereka hanya memedulikan persaingan bisnis tanpa memperhatikan nasib driver.

"Menurut saya, aplikasi sendiri biang keladinya. Sejak meledaknya kuota mitra driver, aplikasi jemawa dengan bisnisnya. Arogan sekali! Enggak heran kalau mitra driver banyak yang sudah enggak sanggup menjalankan profesinya," pungkas Tono.

Berkaitan dengan hal ini, penelitian Mahasiswa Doktoral London School Economics (LSE), Muhammad Yorga Permana mengungkapkan bahwa para ojol berminat untuk beralih profesi menjadi pegawai tetap. Salah satu alasannya karena pendapatan mereka terus mengalami penurunan.

 



Komentar