HORMATI JASA PAHLAWAN TNI AU, ASPOTDIRGA KASAU SERAHKAN BANTUAN RUMAH LAYAK HUNI DI TRANSKIMAU LAMPUNG.




























TNI Angkatan Udara berkomitmen menghormati dan memberikan perhatian serta apresiasi kepada pahlawan TNI AU,  yang telah berjasa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Apresiasi tersebut diwujudkan dengan penyerahan bantuan Rumah Layak Huni oleh Asisten Potensi Dirgantara (Aspotdirga) Kasau Marsda TNI Andi Wijaya, S.Sos.,  kepada Bapak Raden Widodo Yuniarso Putra dari Letnan Dua  Anumerta Soetardjo (Air Gunner) pesawat Cureng di Transkimau Desa Semuli Jaya, Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara, Kamis (14/3/2024).

Rumah layak huni yang dibangun, merupakan program karya bakti TNI AU dimana rumah milik Letnan Dua Anumerta Soetardjo tersebut terkategori rumah tidak layak huni.  Spotdirga mendirikan bagunan rumah baru bersebelahan dengan rumah aslinya, guna memberikan kenyamanan bagi penghuni rumah yang kini ditempati ahli waris Putra  pahlawan TNI AU Bapak Widodo beserta keluarganya.

Bantuan yang diberikan berupa 1 unit rumah layak huni permanen  berdiri diatas luas lahan 2500 m² bersertifikat atas nama Bapak Soetardjo, di wilayah Transkimau Lampung.

Hal ini merupakan wujud kepedulian TNI AU dalam menghormati jasa pahlawan yang telah menyumbangkan tenaga secara aktif dalam pertempuran memperjuangkan,    mempertahan kan kemerdekaan dan Kedaulatanll NKRI meng-hadapi agresi negara lain.

Letnan Dua Anumerta Soetardjo, Dulrachman dan Kaput merupakan penembak udara (Air Gunner) bersama eksekutor penyerangan Kadet penerbang Mulyono,  Soetardjo Sigit, Suharnoko Harbani, dan Bambang Saptoadji mengebom kubu musuh di Jawa Tengah pada tanggal 29 Juli 1947 dengan menggunakan 2 pesawat Cureng, 1 Guntei, dan 1 Hayabusha.

Mengenang kepahlawanan Letnan Dua Anumerta Soetardjo yang  lahir di Bantul Yogyakarta pada tanggal 22 Juli 1927,  sebelum bergabung dengan AURI, ia sudah bergabung di BKR sebagai anggota Batalyon 10 pimpinan Letkol Soeharto ia pernah ikut mengawal Soeharto saat perebutan lapangan udara Maguwo dari tangan Jepang. Berbagai pengalaman pertempuran pernah dialaminya dengan menegakkan kemerdekaan,  seperti pertempuran siang malam di Banyubiru,  Alas Tuo Ugaran Srondol.  Pertempuran ini merupakan pertempuran yang paling seru melawan dan Gurkha di kebun kelapa, Kebun karet dan gombel.  Pada tahun 1947 ia mengundurkan diri dari Batalyon 10 untuk meneruskan perjuangan melalui AURI, Ia tercatat dalam keanggotaan personil AURI dengan pangkat Sersan udara keahliannya pasukan (korps) Pasukan   (Pas) dan NRP 463041.  Soetardjo terpilih sebagai air Gunner pada serangan ke markas Belanda di Salatiga pada tanggal 29 Juli 1947 ia bersama Kadet Soetardjo Sigit berhasil menyerang markas Belanda dengan menggunakan Pesawat Cureng.

Penugasan ini merupakan pengalaman tak terlupakan baginya,  karena ia terpilih menjadi penembak udara meskipun tanpa pernah mendapatkan pengetahuan tentang penembakan udara saat itu, ia memang merupakan anggota teknik persenjataan yang diperintahkan KSAU untuk melengkapi pesawat-pesawat Guntei dan Cureng untuk dipersenjatai,  agar dapat digunakan untuk ngebom markas Belanda di bawah bimbingan Bapak Eddi Sastrawidjaja ia dan kawan-kawan berusaha semaksimal mungkin dengan bekerja siang dan malam memenuhi apa yang diminta Komodor Udara S. Soejadarma

Ketika Belanda menduduki Yogyakarta, termasuk pangkalan udara Maguwo pada agresi Militer II.  Soetardjo ikut bergerilya di luar kota dan bergabung dengan Batalyon 4 SWK 105 tahun 1949, ia kembali lagi ke TNI AU dan ditempatkan di sekuat teknik 043 dan selanjutnya sebagai anggota teknik sekolah penerbangan di Kalijati.  Pada waktu bangsa Indonesia didera oleh pemberontakan yang diberi nama PRRI /Permesta pada tahun 1958 ia ditugaskan untuk ikut operasi di Padang dan Pekanbaru kemudian Soetardjo ditempatkan di pangkalan udara Bugis Malang sampai masa  pensiunnya dengan pangkat terakhir Letnan Dua. Soetardjo meningggal pada tahun 1990 di Kota Bumi Lampung.

  


Komentar